Sering Menimbun Barang? Penyebabnya Mungkin Lebih Serius Dari Perkiraanmu

Sering Menimbun Barang? Penyebabnya Mungkin Lebih Serius Dari Perkiraanmu


Hati-hati jika rumahmu atau kamarmu, tampak penuh sesak dengan timbunan barang yang tidak teratur dan jarang dipakai. Lebih dari sekadar kebiasaan buruk, menimbun terlalu banyak barang bisa jadi suatu tanda kelainan atau gangguan kejiwaan yang serius lho!

Benda yang ditimbun bisa macam-macam, mulai dari koran, buku, makanan, benda kenangan, pakaian, struk belanja, alat rumah tangga, tas plastik, tanaman dan hewan, hingga barang-barang bekas yang sudah kotor dan rusak. Saking banyaknya, timbunan barang-barang ini tidak lagi dapat ditata dengan teratur. Para penimbun umumnya menganggap benda-benda tersebut bersejarah, memiliki nilai sentimental, akan berguna di kemudian hari, atau pun terlalu sayang untuk dibuang.



Perhatikan Gejala-gejalanya
Penimbun barang, berbeda dengan kolektor barang yang mampu merawat dan menata dengan baik barang-barang koleksinya, yang umumnya memang memiliki nilai atau kegunaan. Sementara barang-barang yang ditimbun oleh seorang penimbun kerap kali tidak terawat dan dapat membuat ruang gerak terbatas, bahkan menyebabkan gangguan kesehatan.

Timbunan barang di rumah dapat membahayakan penghuninya. Bukan hanya bagi si penimbun sendiri, tetapi juga anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengannya. Selain itu, menimbun barang juga dapat menyebabkan konflik dalam keluarga, jual obat aborsi perceraian, mengganggu perkembangan anak, hingga kehilangan hak asuh atas anak.

Perilaku menimbun barang ini dapat dikenali saat seseorang menunjukkan gejala-gejala seperti:

Sulit untuk membuang barang yang sebenarnya tidak ia butuhkan.
Merasa resah saat membuang barang, bahkan merasa marah/tersinggung bila timbunan barang miliknya dibersihkan atau dibuang.
Curiga jika orang lain menyentuh barang miliknya.
Terus menambah atau membeli barang dan menyimpan barang bekas yang tidak ia butuhkan, meskipun tidak ada lagi ruang tersisa dalam rumah.
Cenderung perfeksionis, sulit memutuskan sesuatu, kesulitan dalam mengorganisasi dan merencanakan hal, sering menghindar, dan menunda-nunda.
Mengapa Orang Menimbun Barang?
Penyebab perilaku menimbun sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun ada tipe orang tertentu yang lebih berisiko menjadi penimbun, antara lain orang yang pernah mengalami peristiwa traumatis seperti ditinggal orang yang dicintai atau mengalami musibah, juga orang yang memiliki anggota keluarga yang merupakan seorang penimbun.

Kelainan ini juga dapat berhubungan dengan pengabaian diri, yaitu pada orang-orang dengan kondisi tertentu seperti tidak menikah dan atau hidup sendiri, masa kecil yang suram, atau pun dibesarkan dalam rumah yang berantakan. Menimbun barang seolah menjadi satu-satunya cara bagi penderita untuk merasa aman dan tenang.

Ada kalanya perilaku menimbun juga berkaitan dengan perilaku buruk lain seperti kecanduan belanja. Gangguan fungsi otak dan kelainan genetik juga dapat menjadi penyebabnya.

Di samping itu menimbun barang seringkali berkaitan dengan kondisi-kondisi seperti:

Demensia,
Obsessive compulsive disorder (OCD),
Depresi,
Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, atau attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
Psikosis.
Cara Membantu Mengatasi Perilaku Menimbun Barang
Perilaku menimbun barang tergolong sebagai kelainan yang dikenal sebagai hoarding disorder. Kelainan ini biasanya bermula sejak remaja atau dewasa muda dan akan semakin sulit ditangani setelah penimbun mencapai usia paruh baya. Walau mengganggu, tak sedikit orang yang tidak menyadarinya sebagai kelainan. Ada juga yang sadar tapi tidak ingin mencari bantuan dokter atau psikiater, baik karena malu atau merasa bersalah.

Penanganan dapat menjadi sulit terutama jika penimbun merasa tidak butuh pertolongan. Padahal perilaku ini sesungguhnya teramat menyiksa bagi penderitanya, karena tidak mampu memisahkan dirinya dari barang-barang tersebut.

Meski mungkin tidak dapat menyembuhkan, tetapi penanganan yang diberikan dapat membantu meredakan stres dan mengurangi dorongan penderitanya untuk menimbun. Penanganan juga bisa membantu penimbun untuk belajar menata dan memilah-milah barang yang diperlukan dan yang tidak. Penanganan ini dapat dilakukan dengan psikoterapi, obat datang bulan berupa terapi perilaku kognitif. Pada kasus tertentu, dapat juga diberikan obat-obatan antidepresan.

Terapi perilaku kognitif melibatkan terapis yang dapat membantu penderita untuk:

Belajar memilah-milah barang dan membuat keputusan.
Menyadari dan memahami apa yang membuat mereka menimbun barang yang tidak berguna. Terapis tidak akan membuang barang timbunan tersebut, tapi mendukung penderita untuk melakukannya sendiri.
Belajar menolak dorongan untuk menimbun lebih banyak barang.
Hal yang terpenting, terapi tentu membutuhkan dukungan anggota keluarga untuk mendampingi dan memotivasi pasien agar dapat berubah.

Komentar